Thursday, November 26, 2015

Satu dua jiwa berkeliaran

Satu dua jiwa berkeliaran tak tentu arah,

Diantara duri perdu yang tak lagi ramah, 

Melihat tanah yang semakin tak lagi basah,

melihat darah yang tak lagi merah,

Satu dua jiwa berkeliaran melawan rimba,

Hukum mana lagi yang masih berpihak,

Semua seperti fatamorgana,

Bagai hidup di dua dunia yang berbeda,

Bagai rapuh dilalap anai-anai,

Satu dua jiwa berkeliaran melawan rasa,

Yang tak lagi ada bedanya,

Yang tak lagi berpijak dikaki yang sama

Yang tak lagi mampu menggunakan logika,

Yang tak lagi sembunyi dari nestapa,

Satu dua jiwa berkeliaran dengan angan dikepala,

Menunggu cerita yang dibuat dalam dongeng,

Menunggu cerita yang ditebar dalam kisah nyata,

Menunggu harap yang tak pernah pudar.



Malang, dipenghujung malam

Sunday, November 15, 2015

Biarkan Waktu

hamparan waktu yang tak kembali,
hanya bisa mengais bara luka,
di sini di setiap serpihan hati,
terkoyak kembali di fantasi yang terpatri,
ada luka ada jiwa ada hati,
terbunuh dalam sepi dalam rindu,
lalu siapa yang kan membalut,
membalut luka yang abadi,
tidak,
bukan siapa-siapa,
tidak,
bukan apa-apa,
tidak, 
bukan mereka,
tidak,
bukan dia,
tidak,
bukan cinta,
tidak,
bukan benci, 
tidak, 
bukan harap,
waktu yang akan menjawab.  


malang, pertengahan nov'15