Sunday, May 29, 2016

Biarkan mereka berkembang sesuai dengan usianya...

Aku menulis ini dengan derai air mata, merasakan betapa rindunya aku pada buah hatiku yang nun jauh ku tinggal di sana. Di kota tercintaku, Yogyakarta. Yang kutinggalkan demi sejumput asa, di kota yang tak lagi dingin, Malang. Si kecilku yang saat ini tengah berusia 2 tahun 10 bulan, tengah menggemaskan selau menggelitik dengan celoteh khasnya. Dengan bahasa Jawa campur bahasa Indonesia kadang diselingi dengan sekelumit bahasa inggris dalam tutur katanya. Dalam setiap telfonnya selalu tak lupa menyelipkan kata "ayo..jemput Bunda". atau saat menyadari bahwa bundanya takkan pulang pada malam itu, dia akan berkata dengan bahasa yg khas ".Fikey antuk, Bunda pulang sendiri.". Ah ..rindu mendayu yang tak kuasa ku rayu.

Di usianya yang sedang membangun kisah cerita, menunggu dengan haru setiap detik waktu yang tak mau tahu. Dengan polosnya berbicara "Mas Bintang sekolah (kakaknya), Fikey sekolah (dia menyebut dirinya), Bunda juga sekolah...." Sontak jiwaku terpana, hatiku terjerembab, begitu polos dan penuh maknanya. Celoteh si buah hati yang dituntut untuk mandiri tanpa disadari sebelum usianya terbentuk. Berangkat tidur tanpa disuruh, gosok gigi meski kadang dengan sedikit rengutannya, mandi jika sudah merasa gerah dan minta makan dikala lapar tanpa ada rengekan. Ah..rinduku di pucuk pinus semakin memberangus.

Banyak moment yang terlewatkan, yang hanya ku dengar lewat cerita. Puluhan buku telah dia lalap habis sekedar dibuka-buka, dikomentari, dibacakan sampai tidak berbentuk. Bagaimana dengan asyiknya dia nongkrong di rak buku paling atas tanpa ada orang tahu bagaimana dia bisa sampai di rak tertinggi, sampai-sampai kakaknya teriak ketakutan melihat aksi Fikey yang tanpa takut asyik membuka buku. Kadang satu persatu buku dilempar ke lantai sambil tertawa, mendengar debugan buku yang keras dengan suara yang berbeda tergantung tebal tipisnya buku. Atau sekali waktu dia akan mengeluarkan seluruh koleksi buku, dan tertawa melihat buku (novel) yang tidak bergambar. Bagi Fikey buku yang tak bergambar dianggap sangat lucu. Aneh....kenapa buku tidak ada gambarnya. Atau sekali waktu karena belum bisa baca dia akan meminta dibacakan buku dengan bahasa jawa yang medok "Mas...bacake to..dedek ora iso je.."

Hal lainnya, Fikey suka sekali hal yang berhubungan dengan ikan. baik gambar ikan, menggambar ikan, makan ikan ataupun mancing ikan. Kesukaannya itu sering sekali di jadikan agenda merajuk, jika bosan dengan makanan yang disediakan (ah..maaf Nak, andai aku bisa selalu menemanimu). Mancing. Dia akan mengajak mancing di kolam belakang rumah, ikan sesuai requestnya, kadan "iwak cilik-cilik" atau kadang "gerameh gede". So far, permintaannya tidak ada yang aneh-aneh.

Berkaitan dengan menggambar ikan, tidak cukup lembaran buku dia jadikan media, tembok, lantai atau tempat kososng yang bisa dijadikan media pun tak kan lepas dari aksi corat-coretnya. Karena sejak bayi sudah sering ku ajak ke PAUD maka Fikey pun akhirnya masuk jadi anak didik di sana. But, meski seminggu masuk 3x, tak jarang dia hanya masuk sekali dalam seminggu, dengan alasan "dedek antuk, mau bobok" atau "dedek mau belajar di rumah" haha...benar-benar masih anak-anak. dan, it's oke tak ada yang melarang. begitulah anak-anak.

Fikey, Bintang
tetap jadi permata bagiku, bila kadang waktu terpisah oleh jarak, cinta tetap mempersatukan, hati tetap bicara, dan itu hanya sementara.


Banyak orang memandang betapa mandirinya, betapa lucunya, betapa tidak rewelnya. Ah....dia tetap anak-anak, yang akan menangis bila hatinya teriris, yang akan tergugu bila merasa sendu, yang akan terluka bila merana. Namun...dia akan terbahak bila Bundanya datang. Dia akan girang bila mendapat kasih sayang. Bila ingin menangis, biarkan menangis, bila ingin tertawa biarkan tertawa, bila ingin merajuk beri sedikit kelonggaran biar bisa bermanja, itulah anak-anak. Biarkan mereka berkembang sesuai dengan usinya.....

Hari ini aku menulis, aku merindu, aku terharu. Terima kasih untuk selalu menunggu tanpa jemu, menerima dengan lapang dada setiap keadaan, menawarkan semangat tiada tara, tanpa harus kehilangan masa kanak-kanakmu. Tetap berkembang sesuai dengan usia...

(Malang, 23.45, 29 Mei 2016)

Friday, May 27, 2016

D E A R





Dear...
Setiap malam mulai mendekap diriku, tak pernah aku berhenti dikejar dirimu dalam alam fantasiku. Sungguh... aku tak tahu mengapa mimpi itu selalu mendera diriku, sepertinya aku berjalan diatas mimpi yang tak pernah aku tahu apa penyebabnya. Kadang, aku begitu merindukan bayangmu, kadang aku membencinya, kadang aku merasa terganggu, kadang pula aku merasa tertolong oleh fantasi itu. Aku tak sempat lagi mendefinisikan apa dan bagaimana bisa terjadi, semua mengalir begitu saja. Seakan tak pernah memberi kesempatan padaku untuk berfikir. Apa sebenarnya yang Tuhan kehendaki, sedang bercandakah Tuhan dengan aku, atau sedang iseng, ataukah Tuhan sentimen dengan aku. Ah...sungguh maha rahasia Tuhan itu.

Dear...
Pernah, engkau yang hadir dalam mimpi-mimpi itu menghadirkan asa, pernah juga dia memberikan peringatan, dan kadang bercerita tentang sesuatu yang tak pernah ku mengerti. Senyum santunmu pun kadang mengganggu ketegaranku. Aku juga tak pernah tahu mengapa angkau seperti sanggup membawa aku meniti hari-hari yang nampak gelap didepanku. Seakan engkau membuka jalan, memberikan sinar yang sanggup menjadi lilin dalam kegelapan.

Dear....
Aku ingin tahu, pernahkah dia yang datang dalam alam fantasiku memimpikan hal yang sama? Sungguh aku ingin tahu.

Dear...
Aku tak tahu apakah malam ini engkau akan hadir kembali dalam alam fantasiku atau tidak. Yang jelas kehadiranmu cukup membuat aku semakin jauh terseret dalam alam fatamorgana. Tragis memang. Tapi aku tak tahu lagi bagaimana diri ini harus melangkah. Melewati lorong panjang yang penuh misteri. Engkau seperti membayangi setiap langkahku, dan aku dipaksa untuk melewatinya. Pernahkah engkau berfikir bahwa itu teramat mempengaruhi alam fikiranku? Sengajakah engkau melakukan ini. Ironis...

Dear....
Apa sebenarnya yang kau mau dari aku? Sebuah kejujurankah ataukah sebuah kemunafikan. Malam ini engkau datang, kemarin engkau muncul, dulupun kau muncul akankah lusa engkau muncul juga? Apakah kau akan hanya membuai aku dalam setiap mimpi yang tak pernah kutahu apa penyebabnya.

Dear...
Mengapa engkau hanya berani muncul dalam setiap lelapku, tak beranikah kau muncul dalam sinar matahari yang terang, atau kau (malu) enggan mengakuinya. Sebegitu pengecutnyakah engkau, sehingga engkau sembunyikan dirimu dalam pekatnya malam. Atau sengajakah engkau menutupi kata hatimu yang tak pernah berani mengakui sebuah kejujuran hati nurani. Begitu teganya engkau menyiksa aku dan begitu tak berperasaannnya engkau pada dirimu sendiri.

Dear...
Aku benar-benar gila dengan keadaan ini. Aku nggak tahu apa yang terjadi, yang jelas mimpi itu hadir seperti dikendalikan. Irrasional tapi memang ada. Gila tapi kenyataan. Aneh. Seaneh orang-orang yang berada didekatku yang selalu mengajak aku berfikir menatap masa depan dan mengusik masa lalu.

Dear....
Tunjukkan dirimu dalam alam nyata bukan hanya mimpi.

Dear....
Berjuta-juta kata yang kembali kutulis mewakili kegagalanku menyapa mimpiku. Mimpi yang tak kutahu apa makna yang terkandung didalamnya. Mimpi yang telah mengkristal menjadi untaian nada yang menemani setiap lelapku. Duh...engkau yang selalu berfantasi dalam lukisan tanpa lorong, sempurnakanlah impian itu dalam realitamu.

Dear....
Nada-nada sumbang mewakili jeritan hatiku, yang mengadu dengan gemas dan mengeluh tanpa santun. Kadang aku tergoda untuk turun meramaikan alam fantasi itu sendiri, tapi sanggupkah aku berjalan dengan pongah dan angkuh. Sedangkan yang menyapaku dalam lelap lebih angkuh dan sombong.apakah ini benar-benar mimpi yang tak bermakna? Ataukah sinopsis dari sebuah kehidupan yang terkubur dalam dimensi yang lain. Ataukah seuntai sinar yang tak sengaja turun menyapa aku. Begitu indahnya rahasia kehidupan ini.

Dear....
Pernah kunikmati mimpi ini sebagai katarsis dari ketidakmampuan dan kuyakini sebagai petunjuk tanpa pesan. Aneh memang. Begitu kerdilnyakah aku sehingga terbuai sesuatu yang penuh teka-teki. Sering juga kuanggap mimpi ini sebagai balasan kasih Tuhan pada diriku. Dan aku yakin inilah keagungan Tuhan yang tak ada duanya.

Dear...
Inilah mimpi kita. Mimpi yang memepertemukan kita dalam dimensi yang lain setelah kita bertemu dalam dimensi lelap. Kau ada karena mimpi dan mimpi ada karena engkau.

Dear...

(selayang th 2000, Yogya)

Tuesday, May 24, 2016

Celoteh Senja

Bila senja dalam temaram petang tlah tiba
Berurai air mata camar yang melayang tak tentu arah
Kilatan cahaya berbalik melesat selaksa auriga malam
Tercabik, terkoyak, terhentak, terperanjat dan terkapar tak berdaya,
Bila malam tiba tak disambut bulan merona
Bintang pun enggan berdamai dengan mega yang melayang
Biar saja hujan datang menemani luka
Biar saja hujan beramai dengan tanah yang tak lagi basah
Bila sajar fajar menyambut dengan suka dan tertawa
Embun pagi akan tertawa dan tertawa ceria
Bila saja pagi merekah mentari ronanya
Murai pagi bersiul-siul nan gembira
          Selalu
          Setiap waktu
          Sepanjang masa
          Selaksa asa
          Matahari tak pernah ingkar janji
          Seperti matahari hati menanti
          Seperti fajar hasrat berharap
          Seperti malam jiwa meratap
          Sampai nanti
          Di penghujung rindu

(senja di kota Malang, 24 Mei 2016)