Tuesday, May 11, 2021

Sayur (Bening) Tempe

Sebenarnya saya ragu untuk memberi judul di atas, atau menamai resep dibawah ini dengan judul sayur bening tempe. Jauh di waktu lalu resep ini merupakan resep sederhana yang diwariskan mbah-mbah kita. Menu yang sederhana dan mudah didapat bahan-banhannya. Orang tua zaman dulu memberikan makanan yang tidak neko-neko tapi bergizi. Tempe yang dimasak dalam waktu yang singkat dengan kematangan yang pas dan dimakan pada waktu masih segar tanpa minyak cukup dengan direbus bumbu ala kadarnya sudah cukup buat menemani tubuh kita.
Berikut resep sayur bening tempe :

Bahan
tempe kedelai

Bumbu
bawang merah                                                             
bawang putih                                                 
jahe
sedikit lada
cabe rawit segar
daun salam
daun jeruk
garam secukupnya

Cara Memasak
Jerang air sampai mendidih, masukkan semua bumbu, biarkan mendidih lagi, masukkan tempe, tutup selama kurang lebih 10 menit, koreksi rasa, angkat dan sajikan selagi masih panas/ hangat
foto koleksi pribadi

Friday, February 5, 2021

 

Mimpi

          Keringat Lania seperti mengucur deras keluar dari kulitnya yang semakin kusut. Badannya terasa lemah lunglai, sekujur tubuhnya bagai tak bertenaga. Tak pernah terbayangkan bahwa dia akan bertemu dengan masa lalunya dalam suasana yang seharusnya ceria untuk dia dan anaknya. Semangatnya menyambut kedatangan orang tua Dewa calon mantunya buyar sudah. Hari ini Dewa memenuhi janjinya untuk datang bersama orang tuanya melamar anaknya. Segenap persiapan sudah Lania lakukan. Semata-mata untuk kebahagiaan Wita anak semata wayangnya. Lania ingin menunjukkan kalau Wita putri yang pantas mendapatkan tempat di hati orang tua manapun. Lania ingin memastikan jika Wita bersama orang yang tepat dari keluarga yang tepat pula. Tapi pria yang datang untuk melamar Wita untuk anaknya tidak lain dan bukan adalah laki-laki yang telah melesakkan luka di hatinya begitu dalam. Sekuat tenaga Lania menegakkan perasaannya untuk tetap tegar di depan laki-laki itu. Sama-sama terperanjat wajah Edo orang tua Dewa begitu melihat siapa wanita yang akan menjadi besannya.

“Tante, kenalkan ini papaku.” Dewa memperkenalkan papa dan mamanya. Dengan sekuat tenaga Lania menjulurkan tangannya menyambut kedua orang tua Dewa. Memaksakan untuk membuat segaris senyum dibibirnya. Dan mempersilakan mereka duduk. Ditegarkan hatinya. Sementara Wita di dalam tampak tersenyum bahagia tidak tahu bagaimana perasaan mamanya berjuang menegakkan hatinya agar tidak runtuh demi si buah hati. Ah… andai ayahnya Wita masih ada pasti Lania lebih siap menghadapi semua keterkejutan ini. 

Wita anak semata wayangnya yang telah membuat Lania tegar. Meski disepanjang pernikahannya tak pernah mencintai laki-laki yang menjadi ayah Wita lebih dari cintanya pada Edo, namun Lania berjuang untuk tetap menjaga hati. Pernikahan adalah ibadahnya. Dan ayah Wita orang yang telah membangkitkan hidupnya dikala dia terjatuh dalam ketidakberdayaan. Orang yang menerima Lania apa adanya. Diantara masa lalu, penyakit yang dideritanyan dan perasaannya.

Kini setelah puluhan tahun masih memendam sakit Lania harus kembali betermu dengan Edo sebagai besan. Dan rencana pernikahan tidak bisa dibatalkan. Lania sungguh bisa merasakan akibatnya jika demi keegoisannya menghancurkan hidup Wita. Apalagi melihat Wita dan Dewa seperti melihatnya dimasa lampau. Dan seonggok luka itu kini terburai. Kedukaan menghantarkan Lania pada mimpinya yang kandas.

Tadi malam. Lania mendapat pesan singkat dari Edo. Pesan untuk bertemu sebelum pernikahan Wita dan Dewa berlangsung. Pesan yang dulu pernah ia nantikan saat Edo memutuskan untuk meninggalkan Lania. Saat Lania masih dengan penuh harap menantikan kedatangan Edo. Tapi pesan itu kini…bagaikan sebuah tamparan yang telah mengoyak harga dirinya. Ada perasaan marah, benci, rindu bercampur dengan ketidakberdayaan seorang perempuan yang jauh didasar hatinya yang paling dalam masih mencintai Edo. Sebenarnya bukan karena ditinggalkannya yang membuat Lania sakit tapi karena ia masih memendam cinta. Perasaan yang terus menyiksa batinnya. Dan sampai detik ini juga Lania belum bisa memutuskan apa yang akan dilakukannya terhadap permintaan Edo.

“Mama..!” panggilan Lania membuyarkan lamunannya. “Tahu nggak Ma, semenjak Papa Mama Dewa dari sini, mereka sangaaat baik sama Wita. Padahal sebelumnya mereka biasa saja. Sepertinya mereka sungkan dengan Mama. Apalagi setelah tahu Mama seorang single parent yang berjuang mendidik Wita seorang diri.” Lania dengan semangat menceritakan orang tua Dewa. Lania tersenyum. “Wita, jangan terbuai, yah namanya dengan calon menantu mereka pasti akan baik, mereka akan menjadi orang tua Wita, seperti Mama menyayangi Wita.” Nasehat Lania dengan bijak. “Mama sih tidak tahu, sebelumnya mereka tuh memandang sebelah mata sama Wita, apalagi Papanya huuh…kayak orang paling sukses sendiri, jaim, kalau bicara gayanya terlalu tinggi.”  Cerita Wita berapi-api. “Tidak baik membicarakan keburukan calon mertua dibelakangnya, itu kan karena mereka belum tahu kalau Wita anak termaniiis di dunia ini.” Canda Lania. “dan sebelnya lagi Mama, papanya tuh suka nanyain mama, seperti orang yang mencari tahu siapa to mamaku yang sebenarnya, huuh…”gerutu Wita. Lania tertegun. Ada kilatan perasaan tak termaknakan mendengar cerita Wita. Ya.. sampai sekarang pun Edo belum berubah, masih sama menjadi pribadi yang egois. Apa pun yang dilakukan hanya demi kepentingannya sendiri.

“Mama…!” panggil Wita manja. “Wita tahu, mama menyimpan sesuatu dalam hidup. Wita tahu ada sesuatu yang disembunyikan, tapi Wita tidak tahu apa? Tapi Wita tahu mama selalu memberikan hal yang baik untuk Wita. Apakah mama bahagia?” pertanyaan Wita pada akhirnya merobek hati Lania.”Mama akan selalu bahagia bila melihat Wita bahagia. Kadang menjadi orang tua tidak harus menceritakan semua masalahnya. Selama bisa menyelesaikan masalahnya tersebut. Mama suka seperti ini. Jika pun ada sesuatu yang Mama rahasiakan tentu tidak ada hubungannya dengan Wita. Percayalah…Mama selalu sayang Wita.”

Tidak. Lania tidak ingin menemui Edo. Biarlah kebenaran menjadi rahasia. Ketetapan hatinya untuk membungkus luka semata-mata untuk kebahagiaan Wita dan Dewa. Setidaknya mereka bahagia. Lania pun enggan membuka kisah itu kembali. Kali ini hanya bagaimana Lania tegar menghadapi hari pernikahan Lania seorang diri. Pucuk deritanya telah terpangkas harapan kebahagiaan Wita. Amanah satu-satunya dari ayah Wita yang selalu membangun kepercayaan diri Lania. Satu persatu hidupnya berubah. Hormatnya pada ayah Wita membuat Lania berjanji untuk hidup dengan ikhlas. Meski tak pernah terbayang sebelumnya bahwa Lania akan bertemu dengan Edo dalam sebuah jalinan keluarga. Meski satu persatu kenangan itu hadir namun naluri Lania untuk membuat Wita bahagia jauh lebih kuat. Apapun akan dilakukannya demi bahagianya putrinya. Demi cinta dua manusia tak terpisahkan. Sementara luka biarlah menjadi serpihan masa lalu.

Dan hari yang dinantikan tiba. Pernikahan Wita dan Dewa. Lania benar-benar menjadi perempuan sempurna. Senyumnya tak pernah lepas. Meskipun dia menyambut kedatangan Edo dan istrinya. Tidak. Bukan lagi sakit tapi bahagia demi melihat senyum putrinya yang selalu mengembang. Tak diragukan lagi bahagia kedua pasangan pengantin itu. Sementara Edo seperti berusaha untuk menegakkan kepalanya. Selalu. Menjadi pihak terdakwa yang tak pernah mampu menjelaskan dengan kata-kata. Saat semuanya berlangsung, hati Lania seperti diiris-iris ketika dia dulu membayangkan duduk dipelaminan bersama Edo. Tapi semua menjadi hancur, tubuh Lania limbung untuk kemudian terjatuh. Tak sadarkan diri.

“Mama...mama...bangun!” panggil Wita. Digoyang-goyangkan tubuh Lania. Lania terbangun. Mimpi. Semua hanya mimpi. Lania tersenyum lega. Ketika semua hanyalah mimpi. Ada Wita di dekatnya, ada Edo yang baru saja pulang dari kerja. Sempurna. Mimpi itu hanya ketakutan Lania.

 

(magelang-malang, 15/16)