Dear...
Setiap
malam mulai mendekap diriku, tak pernah aku berhenti dikejar dirimu dalam alam
fantasiku. Sungguh... aku tak tahu mengapa mimpi itu selalu mendera diriku,
sepertinya aku berjalan diatas mimpi yang tak pernah aku tahu apa penyebabnya.
Kadang, aku begitu merindukan bayangmu, kadang aku membencinya, kadang aku
merasa terganggu, kadang pula aku merasa tertolong oleh fantasi itu. Aku tak
sempat lagi mendefinisikan apa dan bagaimana bisa terjadi, semua mengalir
begitu saja. Seakan tak pernah memberi kesempatan padaku untuk berfikir. Apa
sebenarnya yang Tuhan kehendaki, sedang bercandakah Tuhan dengan aku, atau
sedang iseng, ataukah Tuhan sentimen dengan aku. Ah...sungguh maha rahasia
Tuhan itu.
Dear...
Pernah,
engkau yang hadir dalam mimpi-mimpi itu menghadirkan asa, pernah juga dia
memberikan peringatan, dan kadang bercerita tentang sesuatu yang tak pernah ku
mengerti. Senyum santunmu pun kadang mengganggu ketegaranku. Aku juga tak
pernah tahu mengapa angkau seperti sanggup membawa aku meniti hari-hari yang
nampak gelap didepanku. Seakan engkau membuka jalan, memberikan sinar yang
sanggup menjadi lilin dalam kegelapan.
Dear....
Aku
ingin tahu, pernahkah dia yang datang dalam alam fantasiku memimpikan hal yang
sama? Sungguh aku ingin tahu.
Dear...
Aku
tak tahu apakah malam ini engkau akan hadir kembali dalam alam fantasiku atau
tidak. Yang jelas kehadiranmu cukup membuat aku semakin jauh terseret dalam
alam fatamorgana. Tragis memang. Tapi aku tak tahu lagi bagaimana diri ini
harus melangkah. Melewati lorong panjang yang penuh misteri. Engkau seperti
membayangi setiap langkahku, dan aku dipaksa untuk melewatinya. Pernahkah
engkau berfikir bahwa itu teramat mempengaruhi alam fikiranku? Sengajakah
engkau melakukan ini. Ironis...
Dear....
Apa
sebenarnya yang kau mau dari aku? Sebuah kejujurankah ataukah sebuah
kemunafikan. Malam ini engkau datang, kemarin engkau muncul, dulupun kau muncul akankah
lusa engkau muncul juga? Apakah kau akan hanya membuai aku dalam setiap mimpi
yang tak pernah kutahu apa penyebabnya.
Dear...
Mengapa
engkau hanya berani muncul dalam setiap lelapku, tak beranikah
kau muncul dalam sinar matahari yang terang, atau kau (malu) enggan mengakuinya. Sebegitu
pengecutnyakah engkau, sehingga engkau sembunyikan dirimu dalam pekatnya malam.
Atau sengajakah engkau menutupi kata hatimu yang tak pernah berani mengakui
sebuah kejujuran hati nurani. Begitu teganya engkau menyiksa aku dan begitu tak
berperasaannnya engkau pada dirimu sendiri.
Dear...
Aku
benar-benar gila dengan keadaan ini. Aku nggak tahu apa yang terjadi, yang
jelas mimpi itu hadir seperti dikendalikan. Irrasional tapi memang ada. Gila
tapi kenyataan. Aneh. Seaneh orang-orang yang berada didekatku yang selalu
mengajak aku berfikir menatap masa depan dan mengusik masa lalu.
Dear....
Tunjukkan
dirimu dalam alam nyata bukan hanya mimpi.
Dear....
Berjuta-juta
kata yang kembali kutulis mewakili kegagalanku menyapa mimpiku. Mimpi yang tak
kutahu apa makna yang terkandung didalamnya. Mimpi yang telah mengkristal
menjadi untaian nada yang menemani setiap lelapku. Duh...engkau yang selalu
berfantasi dalam lukisan tanpa lorong, sempurnakanlah impian itu dalam
realitamu.
Dear....
Nada-nada
sumbang mewakili jeritan hatiku, yang mengadu dengan gemas dan mengeluh tanpa
santun. Kadang aku tergoda untuk turun meramaikan alam fantasi itu sendiri,
tapi sanggupkah aku berjalan dengan pongah dan angkuh. Sedangkan yang menyapaku
dalam lelap lebih angkuh dan sombong.apakah ini benar-benar mimpi yang tak
bermakna? Ataukah sinopsis dari sebuah kehidupan yang terkubur dalam dimensi
yang lain. Ataukah seuntai sinar yang tak sengaja turun menyapa aku. Begitu
indahnya rahasia kehidupan ini.
Dear....
Pernah
kunikmati mimpi ini sebagai katarsis dari ketidakmampuan dan kuyakini sebagai
petunjuk tanpa pesan. Aneh memang. Begitu kerdilnyakah aku sehingga terbuai
sesuatu yang penuh teka-teki. Sering juga kuanggap mimpi ini sebagai balasan
kasih Tuhan pada diriku. Dan aku yakin inilah keagungan Tuhan yang tak ada
duanya.
Dear...
Inilah
mimpi kita. Mimpi yang memepertemukan kita dalam dimensi yang lain setelah
kita bertemu dalam dimensi lelap. Kau ada karena mimpi dan mimpi ada karena
engkau.
Dear...
(selayang th 2000, Yogya)
No comments:
Post a Comment